Apa Hukumnya Orang Menikah Tapi Sudah Hamil Duluan. Ini Penjelasan Lengkapnya ?

Apa Hukumnya Orang Menikah Tapi Sudah Hamil Duluan. Ini Penjelasan Lengkapnya ?

Sudah kerap dijumpai di masyarakat ada orang hamil duluan baru



kemudian menikah. Pasangan yang menikah dalam kondisi hamil itu terjadi karena mereka telah

melakukan hubungan terlarang, yakni zina, hubungan di luar nikah.

Lalu apa hukumnya dalam Islam menikah saat hamil duluan? Apakah Islam mengharamkannya?

Bagaimana nasab anaknya?

Itulah salah satu pertanyaan yang terlontar dari seorang jamaah kepada Buya Yahya dalam sebuah

kajiannya yang diunggah diakun youtobe Al-Bahjah TV, dan dikutip lagi oleh Muslim Obsession,

Sabtu (4/7/2020). Pertama Buya menjawabnya bukan dari aspek hukum, melainkan pendidikan,

atau akhlak.

Bagi Buya, hukum masalah akhir, tapi yang terpenting jika kalian melihat ada orang dekat

terjerumus dalam dosa zina, maka yang harus dilakukan bukan mencaci, tapi menyadarkanya.

Proses penyadaran itu sangat penting, untuk menghilangkan seseorang dari watak ingin selalu

berzina

“Karena nafsu itu seperti kita makan, kalau kita lapar pasti makan lagi. Jadi kalau nafsu tidak kit

jajan lagi. Jadi yang terpenting pertama adalah proses penyadaran,” ujar Buya.

Penyadaran bisa dilakukan bahwa zina itu adalah dosa besar dan akan menimbulkan dampak

negatif bukan bukan hanya buat dirinya, keturunannya, tapi juga keluarga. Kedua, kalau pun ada

orang yang berzina lalu menikah, Buya, mengajak kepada masyarakat untuk menjaga aibnya.

“Jadi selain proses penyadaran, orang itu juga harus bisa menjaga aibnya. Kita juga harus bisa

menjaga aib orang lain. Nggak boleh kita menjelekan atau membuka aib orang lain, apalagi aib

keluarga sendiri,” jelasnya.

Ada pun hukumnya, kata Buya sangat simpel. Kebanyakan jumhur ulama membolehkan menikah

dalam posisi hamil duluan. Pendapat itu dikemukakan oleh tiga imam mazhab, yakni Imam Malik,

Imam Sya’i, dan Imam Hana. Adapun imam Ahmad tidak membolehkan.

“Karena menurut Imam Ahmad kandungan adalah penghalang pernikahan. Sedangkan jumhur

ulama perpendapat kandungan yang menjadi penghalang itu yang ada bapaknya,” ujar Buya.

Misalnya ada orang yang sudah menikah lalu hamil, tapi kemudian cerai, atau suaminya

meninggal. Maka, perempuan itu tidak boleh menikah sebelum anaknya melahirkan. Atau

menunggu masa idah selesai.

Lalu kalau ada seorang lelaki menikahi seorang perempuan. Tapi perempuan itu ternyata dalam

kondisi hamil hasil hubungan gelap dengan orang lain, bukan dari laki-laki yang menikahinya.

Maka pernikahan itu tetap sah. Tapi anaknya ketika lahir tidak bisa nasabnya disambungkan

dengan laki-laki yang menikahinya.

“Semisal setelah 3 bulan menikah terus perempuannya hamil anak perempuan. Maka ketahuilah

peremuan itu tidak bisa dinisbatkan kepada bapaknya. Karena apa, baru dinikahi 3 bulan lahir,”

jelasnya.

Kalau anak perempuan itu kemudian tumbuh besar lalu mau menikah lagi, maka Buya meminta

kepada siapa pun jangan menyebutnya anak zina atau anak haram. Anak itu tetap bisa dinikahi,

dengan mencari wali yang sudah diatur oleh agama dalam hukum pernikahan. Hakim juga bisa

menjadi wali.

“Kalau kalian mendapati persooalan seperti itu, maka bawalah kepada orang alim yang bijak. Alim

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel